• WIDYASWARA, SANG PENCIPTA LAGU

    Widyaswara lahir di kota Surabaya dengan bintang Sagitarius. Sekarang mengajar seni budaya di SMP Dhaniswara, SMP Maryam dan SMA Maryam. Lagu-lagu anak seperti ulang tahun, bangun pagi, rumahku istanaku telah digemari di lingkungan sekolah

  • A.T. MAHMUD, LAGU PELANGI KARYA ABADINYA

    Masagus Abdullah Mahmud atau lebih dikenal dengan nama A.T. Mahmud (lahir di Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar, Palembang, Sumatera Selatan, 3 Februari 1930 – meninggal di Jakarta, 6 Juli 2010 pada umur 80 tahun) adalah seorang pencipta lagu asal Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Dia dikenal luas oleh masyarakat melalui lagu anak-anak ciptaannya.

  • IBU SOED

    Saridjah Niung (lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Maret 1908[1] - meninggal tahun 1993 pada usia 85 tahun; lebih dikenal sebagai Saridjah Niung Bintang Soedibjo setelah menikah dan lebih dikenal dengan nama Ibu Soed) adalah seorang pemusik, guru musik, pencipta lagu anak-anak, penyiar radio, dramawan dan seniman batik Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Ibu Soed sangat terkenal di kalangan pendidikan Taman Kanak-kanak Indonesia.

  • PAPA T. BOB

    Papa T Bob (lahir 22 Oktober 1960; umur 52 tahun) merupakan seorang pencipta lagu berkebangsaan Indonesia. Dia dikenal luas oleh masyarakat melalui lagu anak-anak ciptaannya. Untuk mencipta lagu, Papa harus melihat wajah penyanyinya. Setelah bertemu si anak, ia bisa membayangkan lagu seperti apa yang pantas. Tatap muka sangat penting. Kalau tidak bertemu, Papa menolak mencipta lagu. Joshua termasuk penyanyi yang pernah ditolak.

  • PAK KASUR

    Soerjono atau biasa dipanggil Pak Kasur (Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Juli 1912 - 1992) adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia. Namanya berasal dari julukan "Kak Soer" yang biasa digunakan oleh anak buahnya di Gerakan Kepanduan. Ia mulai menjadi guru di HIS Ardjoena School, Bantul, Yogyakarta. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di HIK, Bandung. Setelah Indonesia merdeka ia mengasuh acara anak-anak di RRI, dan menciptakan beberapa lagu seperti Naik Delman, Bangun, Sepedaku, Kebunku, dan lain-lain

  • This is Slide 6 Title - NewBloggerThemes.com

    This is slide 6 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

Selasa, 29 Oktober 2013

Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 03.06
Minimnya lagu anak membuat Widyaswara bergerak untuk mengajarkan lagu-lagunya di SMP Maryam surabaya. Anak yang baru tumbuh remaja merasa senang dengan lagu baru tersebut sepertinya mereka menemukan sesuatu yang baru dalam lagu itu. Mungkin saja karena lagu anak sudah kehilangan pamornya. Walau lagu anak tersebut direkam secara sederhana namun manfaatnya ternyata lebih besar. Dunia musik adlah dunia yang dinamis. Sebuah lagu terkadang mempunyai masa tersendiri. Sehingga peluang lagu anak masih terbuka lebar.
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 02.50
Merdeka.com - Minimnya lagu-lagu anak di masa sekarang membuat para generasi muda ini tumbuh prematur. Mereka lebih hafal lagu lagu orang dewasa yang bercerita tentang percintaan, yang berakibat buruk pada perkembangan mereka.
Untuk mengembalikan dan menyelamatkan generasi muda agar selalu bahagia di masa kecilnya, Sony Music mengajak beberapa band yang berada di-naungannya untuk menyanyikan lagu-anak-anak dalam sebuah album berjudul AMBILKAN BULAN.
Ada alasan tersendiri bagi Sony untuk mengajak band atau solois ini daripada memilih anak-anak kecil untuk menyanyikannya. Pasalnya band-band tersebut menjadi kesukaan anak-anak saat ini, dan jika band tersebut menyanyikan lagu anak-anak makan dipastikan anak-anak akan mengikuti dan mengetahuinya.
Dukungan pun datang dari para musisi-musisi yang bergabung di album kompilasi ini. Mereka mengaku sangat enjoy dalam mengaransemen lagu-lagu anak-anak dengan kemasan yang berbeda.
"Sangat bangga ikut dilibatkan di project ini. Aransemen ulang lagu Anak Gembala. Semoga bisa dinikmati oleh anak Indonesia," ujar Rif. Hal senada juga diutarakan oleh Judika. Dia berharap dengan album ini lagu anak-anak bisa hidup kembali.
"Beruntung dan bangga, nyanyiin lagu Kereta Apiku yang diaransemen oleh Baron. Penghormatan pada Pak AT Mahmud sebagai pencipta lagu anak yang terbaik. Semoga lagu anak-anak bisa dihidupkan kembali," imbuhnya saat di launching album AMBILKAN ALBUM di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, beberapa waktu yang lalu.
Tak ketinggalan pula trip punk asal Bali. Superman Is Dead yang menghimbau kepada semua pihak untuk mempopulerkan lagi lagu anak-anak.
Kami ingin menghimbau pada semua pihak supaya bisa mempopulerkan lagi lagu anak yang udah jarang didapatkan," ujar SID yang menyanyikan lagu Aku Anak Indonesia di album ini.
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 02.45
Merdeka.com - Jarangnya lagu anak-anak membuat musisi James F Sundah merasa perlu untuk membantu penggarapan album anak-anak Bubbles Love. Apalagi, dirinya merasa memiliki hutang dengan pengarang lagu anak-anak, AT Mahmud (alm), guru sekaligus mentornya.
Diakui oleh James jika dalam pembuatan lagu anak-anak diperlukan sebuah ketulusan. Ketulusan itu datang dari Lily Dawis. Pengusaha ibu dua anak perempuan ini biasa bersenandung untuk anaknya, lalu menciptakan lagu dan lirik. Koleksi lagu dan lirik ini diciptakan khusus untuk anak dan keluarga itu kemudian dikumpulkan dalam album musik dwibahasa.
"Lagu-lagu dalam album ini adalah karya yang sudah lama sekali saya tunggu. Album ini merupakan angin segar atas jawaban lagu dan lirik yang menarik, asyik dan sangat bernafas keluarga," kata James saat ditemui di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (3/5).
James pun berkolaborasi dengan Lily, pengusaha tas dan aksesori lulusan Berkeley, Amerika Serikat selama tiga tahun. Hasilnya, 12 lagu lirik bahasa Inggris, dua lagu bahasa Indonesia dan dua lagu instrumental (lullaby music box).
"Saya punya kawan pasangan Armenia dan Amerika Serikat, begitu disenandungkan lagu Close Your Eyes, dalam hitungan menit, anaknya pulas tertidur," ujarnya.
"Hanya itu yang saya rasakan setiap bersentuhan dengan anak-anak saya. Senandung saya tadi kemudian direkam oleh suami saya," tambah Lily.
Menariknya, lagu yang vokalnya diambil di Jakarta, New York, dan Washington DC ini, diperkenalkan di Kanada oleh Jemi Sitanayah. Jemi terlibat pembuatan mastering Canadian Idol, acara kompetisi bakat di stasiun televisi Kanada. Vokalisnya, dua penyanyi utama, Aulia dan Meilody.
Dalam album Bubbles of Love atau Gelembung Kasih ini, ada 14 buah lagu yang terdiri dari 12 buah lagu berbahasa Inggris dan 2 lagu berbahasa Indonesia, yakni Morning, On the Top of The Morning, Bath Time, Down The Stair, Strolling Around The House, Playtime, Sebiji Benih, Up The Stair, Oops! Mati Lampu, No!, Look in The Mirror, Tip Toe, Pink Jellyfish, Five, Natural Beautiful, dan Close Your Eyes. (kpl/adt/faj)
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 02.40
Merdeka.com - Minimnya lagu untuk anak-anak saat ini membuat prihatin sebagian masyarakat. Pasalnya tak adanya lagu yang ditujukan anak-anak lantaran para pencipta hanya membuat lagu mengikuti pasaran yang ada. Bahkan Pak Raden tidak setuju bila menyalahkan anak-anak yang hafal lagu-lagi orang dewasa.
Begitu ditegaskan Pak Raden usai nonton bersama film AMBILKAN BULAN di Mal Taman Anggrek Jakarta Barat, Kamis (17/5).
"Jangan salahkan anak! Sekarang yang jadi pertanyaan, yang ngarang ada tidak?" jelasnya.
"Dulu orang ngarang karena senang. Tapi sekarang melihat pasaran, laku atau gak," kata Pak Raden.
Dia juga membantah bila kreativitas seseorang dalam mencipta lagu anak menghadapi hambatan. Sebab untuk mencari ilham sangat mudah dan banyak jika dicari.
"Ilham selalu ada karena kita hidup di keramaian. Di sini sumber ilham gak pernah kering. Mana ada negara lain yang banyak ilhamnya kayak Indonesia?" imbuhnya.
Beberapa dari kerja sama itu, lanjut Pak Raden, membuat mereka lebih kaya pengalaman dan menciptakan ide-ide kreatif.
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 02.35
Merdeka.com - Sebagai seorang komposer dan musisi, Purwacaraka melihat perkembangan musik anak-anak sekarang sangat memprihatinkan. Hal itu tak lepas dari jarangnya pihak perusahaan recording yang enggan memproduksi lagu anak.
"Kita terbentur dengan gimana cara melepas album itu sendiri. Saya sering bikin lagu untuk anak-anak, tapi ketika diedarin semuanya kandas. Sampai akhirnya saya gak lewat label masukin ke toko buku, karena sulit," aku Purwacaraka di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan (2/2).
Menurut pria kelahiran 31 Maret 1960 ini, yang menjadi permasalahan terhadap lagu anak saat ini adalah konten dari lirik syair yang tidak cocok untuk seumuran anak-anak. Bahkan kondisi lingkungan pun ikut mempengaruhi.
Calista @foto: KapanLagi.com®/Bambang E Ros
"Kondisi anak-anak sendiri terhadap lingkungan sudah berbeda. Menyanyi itu seperti berbicara. Jadi anak-anak harus sehat dalam hal itu," jelasnya.
Dengan keterlibatannya di album kedua penyanyi cilik Calista Amadea yang bertajuk I Love Mama Papa, Ia berharap dapat memacu pihak lain untuk membuat lagu anak.
"Harapannya usaha kita bisa men-triger pihak-pihak lain untuk membuat. Kalau dunia recording kan gitu. Kalau lagi musim satu jenis musik, pasti ikut-ikutan bikin," pungkasnya.
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 02.29
Merdeka.com - Sebagai seorang pencipta lagu anak-anak, Papa T Bob melihat perkembangan musik anak-anak sekarang sangat memprihatinkan. Untuk itu lelaki kelahiran 22 Oktober 1960 ini ingin membangkitkan kembali dengan menggandeng penyanyi baru pilihannya.
"Kebetulan lagu anak-anak lagi suram. Anak-anak sekarang membahayakan. Karena sudah menyanyikan lagu orang dewasa makanya dengan Della Brasta akan kembali membangkitkan lagi lagu anak-anak kepada anak-anak," ujarnya kala ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (13/12).
Dalam lagu Rambate Ratahayo yang dilantunkan Della, dia sengaja memasukkan musik sedikit nuansa disko dengan warnanya sendiri. Papa T Bob beralasan membuat seperti itu karena mengikuti minat anak-anak yang lebih menyenangi musik seperti itu.
"Justru saya mengikuti perkembangan. kalau saya buat kayak dulu nggak sesuai matching dengan anak-anak. Saya harus sesuaikan walau lirik tetap anak-anak," katanya lagi.
Dia berharap dengan hadirnya Della, masyarakat bisa menerima sosok penyanyi ini seperti halnya Joshua, Tina Toon, Enno Lerian, "Kalau untuk terkenal, insya Allah saya bilang semua ini dari perbuatan awal. Di saat saya berniat mengembalikan, semua harus mendukung," pungkasnya. (kpl/aal/dis/faj)
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 02.24
Merdeka.com - Musisi, Agustinus Gusti Nugroho, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Nugie mengaku prihatin melihat minimnya lagu anak-anak saat ini. Menurutnya, lagu anak-anak bukanlah trend, melainkan kebutuhan.
"Salah kita semua. Kenapa kita tidak memikirkan jangan sampai lagu anak-anak itu hilang. Karena lagu anak-anak itu bukan trend, melainkan kebutuhan. Dan itu harus ada," tegasnya di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan (2/2).
Tekadnya besar mengembalikan lagu anak-anak yang kini sudah hampir punah. Lantaran gemas tak ada pihak label yang mau merilis, pria kelahiran 31 Agustus 1971 ini sering membuat lagu untuk anak-anak dan dibagikannya secara gratis ke radio-radio.
"Saya sering bikin lagu anak-anak dan saya kasih gratis buat radio-radio, karena label gak ada yang mau ngerilis. Jadi daripada saya pusing ya saya bagiin," tambahnya.
Nugie tak takut rugi membagikan karyanya secara cuma-cuma, demi mengembalikan masa kejayaan lagu anak-anak. "Bagi saya bikin lagu itu bukan karena saya cari duit, tapi karena saya suka. Duitnya nanti akan datang sendiri. Yang penting perjuangan lagu anak-anak ini harus sampai ke ujungnya," pungkasnya. (kpl/aha/adb)

Rabu, 26 Juni 2013

Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 14.05
Siapa yang tak kenal lagu ini lirik hymne guru berjudul “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”? Masih terngiang betapa di era 1980-an, lagu ini sangat sering dinyanyikan di sekolah-sekolah. Sebab setiap upacara bendera pada hari Senin, lagu ini selalu dinyanyikan.
Istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” bahkan kemudian menjadi ikon yang disematkan kepada para guru. Siapa sangka bila “sang pahlawan” yang tanpa tanda jasa itu sejatinya dialami si pencipta lagu tersebut. Ya, Sartono, pencipta lagu yang juga guru itu di masa senjanya hidup dalam kesederhanaan. Laki- laki asal Madiun yang genap berusia 72 tahun, 29 Mei ini, tinggal rumah sederhana di Jalan Halmahera 98, Madiun.
Sejak ia mengajar musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun pada 1978, hingga “pensiun” pada 2002 lalu, Sartono tetap menyandang guru honorer. Ia tak punya gaji pensiunan, karena statusnya bukan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kawan-kawan sesama guru sempat membantu mengajukan dia menjadi PNS. “Katanya sih sering diajukan nama saya, tetapi sampai saya pensiun dari tugas sebagai guru, PNS untuk saya kok tidak datang juga,” kata Sartono.
Sartono memang minder dengan latar belakang pendidikannya yang tak tamat SMA. Ia mengajar di SMP Purna Karya Bhakti, yang belakangan lebih dikenal sebagai SMP Kristen Santo Bernadus, berbekal bakatnya di bidang musik. Sartono yang beragama Islam itu melamar di Santo Bernadus berbekal sertifikat pengalaman kerja di Lokananta, perusahan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah.
Hidup serba dalam kesempitan, tak membuat Sartono meratapi nasib. Ia merasa terhibur, dengan kebersamaan dengan Damiyati, BA, 59 tahun, isterinya yang guru PNS. Damiyati dinikahi Sartono pada 1971. Dari pernikahan mereka belum jua dikaruniai anak. Sehingga mereka mengasuh dua orang keponakan. Damiyati yang juga guru, juga seniman biasa manggung bersama Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung, di masa mudanya.
Kehidupan sehari-harinya kini hanya dari pensiun istrinya yang tak lebih dari Rp 1 juta. Sartono sendiri kala masih aktif mengajar, gajinya pada akhir pengabdiannya sebagai guru seni musik cuma Rp 60.000 per bulan. “Gaji saya sangat rendah, bahkan mungkin paling rendah diantara guru-guru lainnya,” katanya mengenang masa lalunya.
Kala masih kuat, Sartono menambal periuk dapurnya dengan mengajar musik. Sepekan sekali, Sartono yang pandai bermain piano, gitar, dan saksofon, ini rutin mengajar kulintang di Perhutani Nganjuk, sekira 60 kilometer dari rumahnya di Madiun.
Bermula dari Lokananta
Jalan menjadi guru berawal dari kegemarannya bermain musik. Putra sulung dari lima bersaudara ini sebenarnya lahir dari keluarga cukup berada. Maklum, ayahnya R. Soepadi adalah Camat Lorog, Pacitan. Sartono kecil memang suka bermain musik secara otodidak. Namun, hidup nyaman tak bisa dirasakan berlama-lama. Ketika ia berusia 7 tahun, Jepang menduduki Indonesia. Ayahnya pun tak lagi menjabat camat.
Sartono, bersama empat adiknya, Sartini, Sartinah, Sarwono dan Sarsanti, tak bisa mengenyam pendidikan tinggi. Ia sendiri putus sekolah kala kelas dua di SMA Negeri 3 Surabaya. Ia kemudian bekerja di Lokananta, perusahaan rekaman dan produsen piringan hitam. “Saya Lupa tahun berapa itu, tapi saya hanya bekerja selama dua tahun saja,” kata Sartono, yang mengaku sudah susah mengingat tahun.
Selepas kerja di Lokananta, Sartono bergabung dengan grup musik keroncong milik TNI AU di Madiun. Ia bersama kelompok musik tentara itu pernah penghibur tentara di Irian. “Di sana selama tiga bulan,” jelasnya.
Dari Secarik Koran
Ihwal penciptaan lagu himne guru itu boleh dibilang tak sengaja. Ketika itu, tahun 1980, Sartono tengah naik bis menuju Perhutani Nganjuk, untuk mengajar kulintang. Di perjalanan, secara tidak sengaja ia membaca di secarik koran, mengenai sayembara penciptaan lagu himne guru yang diselenggarakan Depdiknas. Hadiahnya besar untuk saat itu, Rp 750.000. Waktu yang tersisa dua pekan, untuk merampungkan lagu.
Sartono yang tak bisa membaca not balok ini, mulai tenggelam dalam kerja keras mengarang lagu saban harinya. “Saya mencermati betul seperti apa sebenarnya guru itu,” jelas Sartono sambil memulai membuat lagu itu.
Waktu sudah mepet, lagu belum juga jadi. Sartono pusing bukan kepalang. Syairnya masih amburadul. Pada hari pertama Hari Raya Idul Fitri, Sartono tidak keluar rumah. Ia bahkan tak turut beranjang sana mengantar istri dan dua keponakannya silaturrahmi ke orangtua dan sanak famili. “Saat itu kesempatan bagi saya untuk membuat lagu dan syair secara serius,” katanya. “Waktu itu saya merasa begitu lancar membuat lagu dan menulis syairnya.”
Awalnya, lirik yang ia ciptakan kepanjangan. Padahal, durasi lagu tak lebih dari empat menit. Sartono pun berkali- kali mengkajinya untuk mengetahui mana yang harus dibuang. “Karena panjang sekali, maka saya harus membuang beberapa syairnya,” jelas Sartono. Hingga muncullah istilah “pahlawan tanpa tanda jasa.”
“Guru itu juga pahlawan. Tetapi selepas mereka berbakti tak satu pun ada tanda jasa menempel pada mereka, seperti yang ada pada polisi atau tentara,” katanya.
Persoalan tak begitu saja beres. Lagu ada, Sartono kebingungan mengirimnya ke panitia lomba di Jakarta. Sebab ia tidak punya uang untuk biaya pengiriman via pos. “Akhirnya saya menjual jas untuk biaya pos,” katanya. Sartono menang. “Hadiahnya berupa cek. Sesampainya di Madiun saya tukarkan dengan sepeda motor di salah satu dealer,” kata Sartono.
Penghargaan Minim
Lagunya melambung, Sartono tidak. Sang pencipta tetap saja menggeluti dunia mengajar sebagai guru honorer hingga “pensiun.” Kalaulah ada penghargaan selain hadiah mencipta lagu, “cuma” beberapa lembar piagam ucapan terimakasih. Nampak piagam berpigura dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang diberikan pada 2005. Pak Gubernur juga memberikan bantuan Rp 600.000, plus sebuah keyboard.
Piagam lainnya diberikan Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin pada 2000. Kemudian piagam dari Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo pada 2005, plus bantuan uang. “Isinya enam ratus ribu rupiah,” kata Sartono.
Tahun 2006 lalu, giliran Walikota Madiun yang dalam sepanjang sejarah baru kali ini memberikan perhatian kepadanya. “Pak Walikota menghadiahi saya sepeda motor Garuda,” kata Sartono seraya menunjuk sepeda motor pemberian Walikota Madiun.
Meski minim perhatian, Sartono tetaplah bangga, lagunya menjadi himne para guru. Pekerjaan yang dilakoninya selama 24 tahun. Pengabdian yang tak pendek bagi seorang pahlawan tanpa tanda jasa

Senin, 29 April 2013

Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 08.12
Bondan Prakoso (lahir 8 Mei 1984; umur 28 tahun) adalah pemusik Indonesia yang mengawali karier bermusik sebagai penyanyi cilik pada tahun 80-an. Berkat album Si Lumba-lumba namanya melambung. Alumni D3 Sastra Belanda Universitas Indonesia ini memulai karier remaja dan dewasanya saat membentuk band Funky Kopral ditahun 1999 hingga tahun 2002. Kini ia membentuk band baru bernama Bondan Prakoso & Fade 2 Black.

Bondan Prakoso adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan dari Lili Yulianingsih dan Sisco Batara ini mengawali kariernya sebagai penyanyi cilik di era 80-an hingga awal tahun 90-an. Album perdananya yang bertitel Si Lumba-Lumba sukses dipasaran dan mencuatkan namanya.
Ditahun 1998, Bondan membentuk band Funky Kopral , sebagai bassist, hingga merilis 3 buah album. Bahkan album kedua band ini diganjar penghargaan AMI Sharp Awards ditahun 2001 untuk kategori Group Alternatif Terbaik. Ditahun 2003, Funky Kopral merilis album ketiga mereka dengan kolaborasi bersama Setiawan Djodi dengan hits singel Tokek dan lagi-lagi diganjar penghargaan AMI Sharp Awards ditahun 2003 untuk kategori Kolaborasi Rock Terbaik.
Sayang, setelah album ketiga dirilis, ia mengundurkan diri dari Funky Kopral. Hingga ditahun 2005 ia membentuk band baru bernama Bondan Prakoso & Fade 2 Black dengan genre musik Pop Rock yang dipadu dengan Rap. Dengan band barunya ini, Bondan diganjar penghargaan serupa, yakni AMI Sharp Awards ditahun 2008 untuk kategori Group Rap Terbaik.
Sebelumnya, di tahun 2006 Bondan bersama 12 orang pemain bass dari berbagai band di Indonesia seperti Thomas "GIGI", Rindra "Padi", Bongky "BIP", Adam Sheila on 7 dan bassist Indonesia lainnya diganjar penghargaan oleh MURI untuk penghargaan Penampilan Bassist terbanyak dalam satu panggung.
Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 07.28
Memasuki era milenium, anak-anak Indonesia mulai kehilangan arah. Bagaimana tidak? Lagu-lagu anak beserta para penyanyi ciliknya raib satu-persatu. Setelah era Joshua, nyaris tidak ada lagi biduan kecil yang melantunkan nada-nada khusus untuk usia anak-anak. Papa T. Bob dan para sejawatnya pun tak lagi berkarya karena pasar tak lagi mau melirik.
Harus diakui, anak-anak Indonesia masih membutuhkan sosok seperti Papa T. Bob. Sosok yang mengerahkan segenap kemampuannya demi terciptanya lagu-lagu yang memang pantas dinikmati untuk usia anak-anak.
Jangan sampai generasi muda Indonesia kehilangan jatidirinya. Sudah saatnya anak-anak Indonesia di era sekarang mendapat tuah sakti dari para tokoh seperti Papa T. Bob.  Anak-anak Indonesia harus memperoleh kembali masa-masa yang selama ini hilang ditelan gemerlapnya dunia hiburan yang hanya berorientasi pada keuntungan sepihak belaka.

Jumat, 12 April 2013

Posted by indonesian-kids.blogspot.com
No comments | 08.12
Budaya mencukur rambut si kecil telah dikenal turun temurun. Para umat muslim biasa menyelenggarakan upacara cukuran saat anaknya berusia 40 hari dengan maksud membersihkan atau menyucikan rambut si kecil dari segala macam najis dan diharapkan nantinya si kecil akan tumbuh sehat dan dijauhkan dari berbagai macam penyakit. Selain itu upacara ini juga merupakan ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang telah mengaruniakan seorang anak.
Pada pelaksanaan upacara ini biasanya para pemuka agama setempat akan hadir dan membacakan doa-doa. Si kecil digendong bapak atau kakeknya akan digunting rambutnya oleh semua yang hadir dengan cara mencelupkan gunting terlebih dahulu ke dalam air kembang 7 rupa sebelum menggunting beberapa helai rambut si kecil. Potongan rambut diletakkan di dalam kelapa hijau yang telah dilubangi atasnya. Berikutnya para penggunting rambut ditetesi minyak wangi pada bajunya, beberapa hari kemudian barulah rambut bayi dicukur habis.
Seluruh potongan rambut si kecil ditimbang di timbangan emas dan dinilai seharga nilai emas yang nantinya akan disumbangkan kepada fakir miskin sebagai sedekah. Setelah ditimbang barulah kelapa yang berisi rambut dikubur.
Sedekah disini mengandung harapan agar si kecil kelak menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat, nusa, bangsa dan agama, serta berbakti kepada orang tuanya. Ini mengingatkan kepada kelapa yang seluruh bagian pohonnya berguna bagi manusia.
Tradisi orang timur
Di Thailand ada upacara Khwan yang diselenggarakan saat si kecil berusia satu bulan. Upacara ini terbagi menjadi 2 tahap dimana tahap pertama rambut si kecil akan dicukur habis oleh biksu/pemuka agama Budha dan ditempatkan pada wadah yang terbuat dari kulit pisang dan kemudian diapungkan ke air. Tahap kedua, pihak keluarga akan mengikatkan tali pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki si kecil kemudian meminta berkat. Umumnya sebelum upacara ini diadakan si kecil belum memiliki nama.
Dalam budaya orang Tionghoa, upacara cukur rambut diberi nama Man Ye /Man Yue yang dirayakan ketika si kecil berusia 1 bulan. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan si kecil pada para kerabat dan relasi dari orangtua. Saat acara ini, rambut si kecil akan dicukur, dibungkus dengan kain merah dan dijahit pada bantal si kecil. Hal ini dilakukan dengan harapan agar si kecil menjadi anak yang berani dan tidak mudah takut.
Tuan rumah biasanya akan menyajikan berbagai macam hidangan untuk para tamu, satu yang wajib ada adalah telur yang kulitnya diberi warna merah. Telur melambangkan suatu tahapan kehidupan yang baru sedangkan warna merah melambangkan perayaan dan keberuntungan. Bentuknya yang oval melambangkan harmoni dan kesatuan. Bila si kecil berjenis kelamin laki-laki, telurnya akan berjumlah genap, sebaliknya bila ia perempuan telurnya akan berjumlah ganjil.
Pada era modern dewasa ini, sekarang pihak keluarga lebih suka mengirimkan bingkisan berupa kue atau nasi kotak kepada para kerabat dan relasi, tentunya tidak lupa menyertakan telur. Sebagai gantinya, para tamu akan membawa berbagai jenis kado seperti pakaian, perlengkapan bayi, angpao hingga perhiasan emas.

Budaya Bali
Berbeda lagi dengan di Bali, upacara cukur rambut diadakan ketika si kecil berusia 3 bulan dengan maksud memperkenalkan dunia pada si kecil. Sebelum usia tiga bulan dipercaya si kecil masih memiliki jiwa yang bersih, suci dan dengan upacara ini untuk pertama kalinya si kecil menyentuh tanah melambangkan kembali ke bumi.
Salah satu bagian upacara ini disebut “Ngangkid” yang bermakna penyucian si kecil dari Tuhan yang berada di lautan. Si kecil akan diperciki air suci di tengah lautan oleh pemuka agama Hindu dengan maksud untuk membersihkan segala yang ‘jahat’ pada tubuh si kecil. Setelahnya si kecil akan diserahkan pada orang tuanya di darat.
Selanjutnya upacara dilanjutkan di rumah dengan memakaikan si kecil pakaian adat Bali dan mengikatkan kain pada pergelangan tangan dan kepala si kecil. Pada upacara ini si kecil akan diberikan perhiasan pertamanya, gelang atau gelang kaki yang terbuat dari perak atau emas dan kotak perak yang berisi potongan tali pusat untuk dikalungkan di lehernya. Hal ini dipercaya dapat melindungi si kecil dari kuasa jahat dan ilmu hitam, kemudian upacara diakhiri dengan berdoa bersama orangtua dan si kecil.
Meskipun berbeda daerah, agama dan kepercayaan; tradisi adalah suatu hal yang perlu dilestarikan dan semua tujuannya untuk kebaikan si kecil.

MUSIK ANAK